Pengertian Pajak Internasional
Definisi Pajak Internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai
detik ini belum ada. Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian
Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak, memberanikan diri
untuk mendefinisikan tentang pengertian Pajak Internasional berdasarkan uraian
sebelumnya.
“Pajak Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara
negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan
pelaksanaanya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta
Sunt Servanda).”
Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di negara Indonesia
terhadap badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat
perjanjian bilateral (dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda dengan negara asal atau penduduk asing tersebut.
Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu
juga dengan kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin
dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di
masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban
tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan Pajak Berganda Internasional.
Tujuan P3B antara lain:
a. Tidak terjadi perpajakan ganda yang memberatkan iklim usaha dunia
b. Peningkatan investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri
c. Peningkatan sumber daya manusia
d. Pertukaran informasi untuk mencegah penghindaran pajak
e. Keadilan dalam hal perpajakan penduduk dari negara yang terlibat dalam
perjanjian.
Konsep Dasar Perpajakan Internasional
Indonesia merupakan bagian dari dunia internasional yang sudah pasti dalam
menjalankan roda pemerintahannya melakukan hubungan internasional. Indonesia
sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk membuat ketentuan tentang
perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh pemerintah ini utamanya adalah
untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam rangka menyediakan barang dan jasa
publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Di samping itu, pajak
juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga negara untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.
Hubungan internasional dapat berupa kerjasama di bidang keamanan
pertahanan, kerjasama di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lainnya, namun
pembahasan ini terbatas pada kegiatan ekspor maupun impor (Transaksi
Perdagangan Internasional) yang terkait dengan pajak internasional.
Setiap kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara tentunya harus
disepakati terlebih dahulu oleh para pihak guna mencapai komitmen bersama yang
termuat dalam suatu perjanjian internasional, tidak terkecuali perjanjian dalam
bidang perpajakan. Transaksi antar ke dua negara atau beberapa negara dapat
menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua
negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua
negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan
pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang
mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu perlu adanya kebijakan perpajakan internasional dalam hal
mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku disuatu negara, dengan asumsi bahwa
disetiap negara dapat dipastikan sudah mengatur ketentuan pajak dalam wilayah
yang menjadi kedaulatannya. Namun setiap negara tidak bebas mengatur pengenaan
pajak terhadap badan atau warga negara asing, pajak internasional merupakan
salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara harus tunduk pada
kesepakatan dunia internasional yang dikenal dengan istilah konvensi wina.
Asas perpajakan :
·
Asas domisili
Subjek
pajak dikenakan pajak di Negara tempat subjek pajak berdomisili. Indonesia
menganut asas ini.
·
Asas sumber
Pajak dikenakan berdasarkan
tempat sumber penghasilan berasal.
·
Asas kewarganegaraan
Pengenaan pajak dikenakan atas
status kewarganegaraannya walaupun penghasilan diterima dari Negara lain.
Amerika menganut asas ini.
·
Asas campuran
Campuran dari kedua asas di atas.
·
Asas teritorial
Pajak dikenakan atas penghasilan
yang diperoleh dalam wilayah suatu Negara sehingga jika atas penghasilan yang
diperoleh diluar Negara tersebut tidak dikenakan pajak.
Subjek Pajak Dalam Negeri
Sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh, kriteria
dari subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut:
·
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib
pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
PTKP. Orang pribadi bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, orang pribadi yang dalam sat tahun pajak berada di
Indonesia, dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.
·
Subjek pajak dalam negeri menjadi wajib pajak sejak
saat didirikan atau bertempat kedudukan
di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, berada di
indonesia tidak lebih dari 183 hari selama jangka waktu 12 bulan, dan badan
yang tidak didirikan di Indonesia yang dapat menerima atau memeroleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan sekaligus
merpakan wajib pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia melalui nbentk usaha tetap di Indonesia.
Wajib pajak luar negeri hanya akan dikenakan pajak atas penghasilan
yang diterima tau diperoleh bersumber dari Indonesia saja. Pasal 26 UU PPh
mengatur tentang potongan pajak sebesar 20% atas penghasilan
wajib pajak luar negeri.
Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan internasional
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur
netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan
internasional:
1.
Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik)
artinya kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar adalah sama.
Sehingga tidak ada perbedaan apabila kita berinvestasi di dalam atau luar
negeri. Oleh karena itu, hal yang perlu dihindari apabila berinvestasi di luar
negeri adalah beban pajak yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena adanya
beban pajak di dua negara tersebut.
2.
Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar
Internasional) artinya darimanapun investasi
yang kita lakukan berasal, akan dikenakan pajak yang sama. Sehingga apabila
berinvestasi di suatu negara, investor dari dalam negeri atau luar negeri akan
dikenakan tarif pajak yang sama.
3.
National Neutrality artinya setiap negara, mempunyai
bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga apabila terdapat pajak luar
negeri yang tidak bisa dikreditkan dapat dikurangkan sebagai biaya
pengurang laba.
Witholding Tax PPh Pasal 26
Penghasilan yang diterima atau diperoleh SPLN yang tanpa melalui BUT di
Indonesia merupakan objek pemotongan PPh Pasal 26. Dilihat dari cara
pemotongannya, jenis penghasilan yang menjadi objek withholding tax PPh Pasal
26 ini adalah :
1.
Penghasilan Dengan Tarif 20% dari bruto. Penghasilan
yang termasuk kelompok ini adalah dividen, bunga, sewa, royalty, imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, uang
pension, premi swap dan keuntungan pembebasan hutang.
2.
Penghasilan Dengan Tarif 20% dari Perkiraan
Penghasilan Neto. Termasuk dalam kelompok ini adalah capital gain atas
penjualan atau pengalihan harta di Indonesia dan premi asuransi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuransi luar negeri. Termasuk dalam kelompok ini adalah
penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (3c) UU PPh.
3.
Penghasilan Branch Profit Tax dari BUT. Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia
dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia
Prinsip Worlwide Income
Prinsip worldwide income
pada UU PPh biss kita temui pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh di mana ditegaskan
bahwa penghasilan yang menjadi objek PPh ini bisa berasal dari Indonesia maupun
berasal dari luar Indonesia. Kata-kata “dari luar Indonesia” inilah yang
menjadikan prinsip pengenaan PPh kepada SPDN menjadi berdimensi internasional.
Kredit Pajak Luar Negeri PPh Pasal 24
Terkait dengan prinsip worldwide
income di atas, SPDN yang memperoleh penghasilan dari luar negeri akan
dikenakan PPh di Indonesia. Negara tempat sumber penghasilan di atas juga
kemungkinan besar akan mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari
negaranya. Dengan demikian, besar kemungkinan akan terjadi pengenaan pajak
berganda di mana dua yurisdiksi perpajakan yang berbeda mengenakan pajak kepada
penghasilan yang sama yang diperoleh subjek pajak yang sama.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda ini, UU PPh secara unilateral
memberikan solusi dengan adanya Pasal 24 UU PPh. Pasal ini mengatur bahwa atas
pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri dapat dikreditkan oleh Wajib
Pajak dalam negeri.Namun demikian, besarnya pajak yang bisa dikreditkan
dibatasi tidak boleh melebihi penghitungan pajak terutang berdasarkan UU PPh.
Dalam menghitung besarnya maksmum kredit pajak PPh Pasal 24 ini, UU PPh
menerapkan metode pembatasan tiap negara (per country limitation). Untuk itu maka penentuan Negara sumber
penghasilan menjadi penting. Masalah ini diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UU PPh
di mana penentuan Negara sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut :
1.
penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta
keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat
badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan
2.
penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan
dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada
3.
penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan
harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak
4.
penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada
5.
penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat
bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
6.
penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada
7.
keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara
tempat harta tetap berada
8.
keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian
dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada
SOAL
1. Manakah
yang termasuk asa perpajakan…
a. Asas
domisili
b. Asas
sumber
c. Asas
kewarganegaraan
d. Semua
Benar
Jawab: D
2. Berikut
merupakan tujuan P3B, kecuali…
a. Tidak
terjadi perpajakan ganda yang memberatkan iklim usaha dunia
b. Peningkatan
investasi modal dari luar negeri ke dalam negeri
c. Peningkatan
sumber daya manusia
d. Penurunan
sumber daya manusia
Jawab: D
3. Pasal
26 UU PPh mengatur tentang potongan pajak sebesar…
a. 10%
b. 20%
c. 5%
d. 25%
Jawab: B
4. Yang
bukan unsur netralisasi yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan
internasional adalah…
a. International
Neutrality
b. Capital
Import Neutrality
c. Capital
Export Neutrality
d. Nasional
Neutrality
Jawab: A
5. Jenis
penghasilan yang menjadi objek Witholding adalah…
a. Penghasilan
dengan tarif 20% dari bruto
b. Penghasilan
dengan tariff 20% dari perkiraan penghasilan neto
c. A
dan B benar
d. A
dan B salah
Jawab: C