Kamis, 03 Mei 2012

BAB IX Investasi dan Penanaman Modal


BAB IX
INVESTASI DAN PENANAMAN MODAL

A.   Investasi
          Faktor yang mempengaruhi tingkat investasi dalam perekonomian suatu negara, diantaranya adalah sebagai berikut:
w       Prospek ekonomia di masa yang akan datang dan adanya ketidakpastian serta kemungkinan kondisi ekonomi Indonesia yang akan datang, menjadikan kegiatan mendapatkan dana untuk investasi menjadi tidak mudah
w  Keuntungan yang dicapai perusahaan yang semakin besar, maka semakin besar pula kesempatan sebagian dari keuntungan tersebut untuk diinvestasikan kembali ke dalam kegiatan perusahaan.
w    Perubahan dan perkembangan teknologi yang semakin cepat memacu setiap pelaku usaha untuk menginvestasikan dananya guna mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi tersebut.
w     Kestabilan perekonomian yang mampu menjamin adanya kestabilan dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya, serta pertahanan, maka akan mendorong terciptanya iklim investasi yang aman bagi investor.
w      Tingkat suku bunga yang tinggi akan menyebabkan dana yang diperoleh dengan kredit untuk investasi menjadi mahal.

Fungsi konsumsi masyarakat yaitu:
                        C = a + cY
Dimana :  
C = besarnya konsumsi masyarakat pada periode tertentu
a = autonomous consume, yakni besarnya pendapatan/uang yang tetap harus dimiliki untuk bisa bertahan hidup, meskipun nilai nasionalnya 0
= marginal propensity to consume, yakni kecendrungan berkonsumsi masyarakat, jika memilih pendapatan tertentu
= pendapatan nasional pada periode tertentu


B.   Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
            Penanaman modal dalam negeri di Indonesia telah diatur dalam UU No.6 tahun 1986, dengan memberi persetujuan kepada berbagai macam proyek yang tersebar di berbagai sektor di wilayah Indonesia.
            Pada pelita I dan II, industri kecil masih mendominasi, maka pada pelita-pelita berikutnya investasi dari penanaman modal mulai diarahkan pada usaha untuk :
f Memperkokoh struktur industri dalam negeri secara umum, dengan memprioritaskan industri yang mampu mengolah bahan baku, modal, serta penunjang
f Prioritas juga ditujukan kepada industri agar mampu menciptakan mesin-mesin produksi sendiri
f Diarahkan pada proses penyerapan tenaga kerja sebanyak-banyaknya
f Dapat menyebar ke luar wilayah pulau Jawa, agar pembangunan dapat lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.

C.   Penanaman Modal Asing (PMA)
            Secara makro proses kemajuan ekonomi suatu negara akan semakin lancar jika tingkat bunga masyarakat mampu mengimbangi kebutuhan investasi yang akan dilakukan. Jika tabungan masyarakat lebih sedikit, maka diperlukan peran sektor swasta luar negeri/asing untuk menutup celah kekurangan tersebut.
            Salah satu ukuran untuk menjelaskan hal ini, dapat digunakan model pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Harrod – Domar dengan mengatakan:
            g = s/k           atau               s = g x  k
Dimana : g = laju pertumbuhan pendapatan nasional
               s = tingkat tabungan masyarakat
               k = tingkat pertumbuhan capital output rasio
            Masuknya modal asing menimbulkan pro dan kontra dalam menanggapinya. Di bawah ini alasan yang bersifat ekonomi yang menentang masuknya PMA, diantaranya :
^ Dalam kenyataan sangat jarang perusahaan multinasional yang bersedia menanamkan kembali modal keuntungan yang diperoleh di negara-negara berkembang.
^ Dilihat dari sisi kepentingan neraca pembayaran, perusahaan-perusahaan multinasional dapat menyebabkan penerimaan devisa negara, baik melalui neraca berjalan, maupun lewat neraca lalu lintas modalnya.
^ Meskipun perusahaan multinasional turut menyetor pajak kepada negara, namun mereka juga sering mendapatkan keringanan pajak dari pemerintah, serta perlindungan-perlindungan lainnya.
                       
            Sedangkan pendapatan yang bersifat non-ekonomi diantaranya adalah:
M Perusahaan multinasional sering memiliki kedudukan sebagai perusahaan monopolis
M Perusahaan multinasional dapat mempertajam kesenjangan sosial
M Perusahaan multinasional dapat menggunakan kekuatan ekonomi untuk menekan pemerintah
M Perusahaan multinasional dapat menekan pajak lokal dengan ‘transper princing’
                        Namun demikian lepas dari pandangan-pandangan menentang tersebut, negara Indonesia masih banyak membutuhkan uluran penanaman modal asing tersebut. Berikut alasan yang melatar belakanginya sebagai berikut :
F Kemampuan menabung masyarakat Indonesia yang belum sempurna, sehingga kebutuhan modal dalam negeri masih kurang
F Masih banyak sektor yang belum dapat dikelola sendiri oleh tenaga maupun manajemen dalam negeri
F Belum efisiennya produksi untuk jenis-jenis komoditi tertentu, sehingga lebih menguntungkan jika diserahkan pengelolanya pada investor asing
F Meskipun masih sedikit, kita dapat belajar dan mencoba proses transfer ‘kemampuan’ dari para perusahaan multinasional tersebut.

SUMBER:

Selasa, 01 Mei 2012

BAB VIII Masalah-masalah Pokok Perekonomian Indonesia


BAB VIII
Masalah–Masalah Pokok
 Perekonomian Indonesia

A.   Pengangguran
                        Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran sering kali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
                        Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

     Jenis dan macam pengangguran
Ω      Berdasarkan jam kerja
        Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
ü  Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
ü  Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
ü  Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
Ω      Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
§  Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
§  Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
§  Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang.
§  Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur.  
§  Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
§  Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
§  Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).

B.   Inflasi
              Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
                  Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

lnflasi karena naiknya permintaan
Inflasi karena naiknya permintaan, yakni inflasi yang terjadi karena adanya gejala naiknya permintaan  secara umum, sehingga sesuai dengan hukum permintaan maka harga pun secara umum akan cenderung naik.

lnflasi karena naiknya permintaan
Inflasi karena naiknya permintaan, yakni inflasi yang terjadi karena adanya gejala naiknya permintaan  secara umum, sehingga sesuai dengan hukum permintaan maka harga pun secara umum akan cenderung  naik

lnflasi yang berasal dari dalam negeri
Yang dimaksud dengan iflasi dari dalam negeri adalah inflasi yang terjadi dikarenakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam negeri, seperti misalnya peredaran uang di dalam negeri yang terlalu banyak. Peredaran  uang yang terlalu banyak akan menyebabkan kepercayaan masyarakat kepada uang menjadi berkurang ( karena mendapatkan uang relatif mudah ), dengan  kata  lain jumlah uang yang beredar  lebih banyak dari yang dibutuhkan. Sehingga jika hasil produksi tidak meningkat maka orang lebih menghargai barang dari pada uang, sehingga kalau barang tersebut dijual, tentulah dengan harga yang tinggi. Jika semua komoditi mengalami demikian, maka muncullah inflasi.

lnflasi yang berasal dar/ luar negeri
Inflasi yang terjadi di negara lain seringkali merembet ke negara Indonesia. Proses terjadinya diawali dengan  masuknya komoditi  impor yang  telah terkena inflasi ( harga naik ) di negara asalnya. Sehingga komoditi impor tersebut kita beli dengan harga yang mahal pula. Jika kemudian komoditi tersebut kita olah sebagai bahan baku untuk sebuah produk, maka tentu harga produk tersebut akan menjadi mahal. Dengan demikian semakin banyak kita mengimpor komoditi-komoditi yang telah terkena inflasi di negara asalnya, maka semakin terbuka kemungkinan terjadinya inflasi di Indonesia.


SUMBER:

BAB VII Kebijaksanaan Pemerintahan


BAB VII
Kebijaksanaan Pemerintah

A.   Kebijaksanaan Selama

a.    Periode 1966 – 1969
        Kebijaksanaan pemerintah pada masa ini lebih diarahkan kepada proses perbaikan dan pembersihan semua sektor dari unsur-unsur peninggalan pemerintahan Orde Lama, terutama dari paham komunis. Selain itu masa ini juga diisi dengan kebijaksanaan pernerintah dalam rnengupayakan penurunan tingkat inflasi yang masih sangat tinggi. Kebijaksanaan ini cukup berhasil menekan  inflasi dari ± 650 %  menjadi hanya  ±10 %  saja suatu prestasi ekonomi yang  tidak kecil.

b.    Periode Pelita I
       Kebijaksanaan pada periode Pelita pertama ini dimulai dengan:
       Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1970, mengenai penyempumaan tata niaga bidang eksport dan import
       Peraturan Agustus 1971, mengenai devaluasi mata uang Rupiah terhadap Dolar, dengan sasaran pokoknya adalah :
* Kestabilan harga bahan pokok
* Peningkatan nilai ekspor
* Kelancaran impor
* Penyebaran barang di dalam negeri

c.    Periode Pelita II
        Periode ini diisi dengan kebijaksanaan mengenai :
Perkreditan untuk mendorong para eksportir kecil dan menengah, disamping untuk mendorong kemajuan pengusaha kecil/ekonomi lemah dengan produk Kredit Investasi Kecil ( KIK ).
Ω        Kebijaksanaan Fiskal, dengan cara penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing komoditi ekpor di pasar dunia, serta untuk menggalakkan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri guna mendorong investasi dalam negeri.
Ω      Kebijaksanaan 15 Nopember 1978 ( KNOP 15 ), yakni kebijaksanaan di bidang moneter dengan tujuan untuk menaikkan hasil produksi nasional, serta untuk menaikkan daya saing komoditi ekspor yang pada masa ini menjadi lemah karena :
1.      Adanya inflasl yang besarnya rata-rata 34 %, sehingga komoditi ekspor Indonesia menjadi mahal di pasar dunia
2.      Adanya resesi dan krisis dunia pada tahun 1979

d.   Periode Pelita III
        Periode ini diwamai dengan devisitnya neraca perdagangan Indonesia, yang disebabkan karena diterapkannya tindakan proteksi dan kuota oleh negara – negara pasaran komoditi ekpor Indonesia. Adapun kebijaksanaan kebijaksanaan pemerintah yang sempat dikeluarkan dalam periode ini adalah:
¯  Peket Januari 1982, yang berisi mengenai tata cara pelaksanaan ekspor impor, dan lalu lintas devisa.
¯  Paket kebijaksanaan imbal beli ( counter purchase ) yang dikeluarkan untuk menunjang kebijaksanaan paket Januari di atas. Dalam kebijaksanaan ini tersirat keharusan eksportir maupun importir luar negeri untuk membeli barang-barang Indonesia dalam jumlah yang sama.
¯  Kebijaksanaan Devaluasi 1983. yakni dengan menurunkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang Dolar dari Rp 625/$ menjadi Rp 970/$, dengan harapan :
• Gairah ekspor dapat meningkat, sehingga penerimaan negara menjadi lebih banyak
• Komoditi impor menjadi lebih mahal, karena diperlukan lebih banyak rupiah untuk mendapatkannya.
e.    Periode Pelita IV
                        Beberapa kebijaksanaan pemerintah yang lahir dalam periode ini adalah:
¯  Kebijaksanaan INPRES No.4 Tahun 1985, kebijaksanaan ini dilatar belakangi oleh keinginan untuk meningkatkan ekspor non-migas.
¯  Paket kebijaksanaan 6 Mei 1986 ( PAKEM ), yang dikeluarkan dengan tujuan untuk mendorong sek:tor swasta di bidang ekspor maupun di bidang penanaman modal
¯  Paket Devaluasi 1986, tindakan ini ditempuh karena jatuhnya harga minyak di pasaran dunia yang mengakibatkan penerimaan pemerintah turun, Kebijaksanaan kali ini didukung dengan dilaksankannya pinjaman luar negeri
¯  Paket kebijaksanaan 25 Oktober 1986, yang merupakan deregulasi di bidang perdagangan, moneter, dan penanaman modal

f.     Periode Pelita V
            Kebijaksanaan pemerintah selama pelita V  lebih diarahkan kepada pengawasan, pengendalian, dan upaya kondusif guna mempersiapkan  proses tinggal  landas menuju rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap kedua.
            Dari sekian banyak kebiksanaan ekonomi yang pernah, sedang dan akan dijalankan oleh pemerintah dengan dukungan semua pelaku ekonomi di Indonesia, apapun istilahnya dapat dikelompokkan ke dalam Kebijaksanaan Moneter dan Kebijaksanaan Fiskal.

3.     Kebijaksanaan Moneter
                        Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
                        Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang
                        Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities).
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi.

4.     Kebijaksanaan Fiskal
                        Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
                        Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran/Politik Anggaran:
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
         
SUMBER: